Kamis, 16 Agustus 2012

materi menyimak

KETERAMPILAN MENYIMAK

 Tugas Mata Kuliah Keterampilan Berbahasa dan Sastra Indonesia Semester 4 PGSD...

A. PENGERTIAN MENYIMAK

Menyimak adalah mendengar secara khusus dan terpusat pada objek yang disimak (panduan bahasa dan sastra Indonesia, Natasasmita Hanapi, Drs.; 1995: 18)

Menyimak dapat didefinisikan suatu aktivitas yang mencakup kegiatan mendengar dan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menilik, dan mereaksi atas makna yang terkandung dalam bahan simakan. (Djago Tarigan; 1991: 4).

“Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang lisan-lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang tidak disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan”. (Tarigan: 1983)

Proses menyimak memerlukan perhatian serius dari siswa. Ia berbeda dengan mendengar atau mendengarkan. Menurut pendapat Tarigan (1994:27), “Pada kegiatan mendengar mungkin si pendengar tidak memahami apa yang didengar. Pada kegiatan mendengarkan sudah ada unsur kesengajaan, tetapi belum diikuti unsur pemahaman karena itu belum menjadi tujuan.” Kegiatan menyimak mencakup mendengar, mendengarkan, dan disertai usaha untuk memahami bahan simakan. Oleh karena itu dalam kegiatan menyimak ada unsur kesengajaan, perhatian dan pemahaman, yang merupakan unsur utama dalam setiap peristiwa menyimak. Penilaiannya pun selalu terdapat dalam peristiwa menyimak, bahkan melebihi unsur perhatian.

Menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasikan, dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya”. (Sabarti –at all: 1992).

B. TUJUAN MENYIMAK

Tujuan utama menyimak adalah untuk menangkap dan memahami pesan, ide serta gagasan yang terdapat pada materi atau bahasa simakan. Dengan demikian tujuan menyimak dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Menyimak memperoleh fakta atau mendapatkan fakta

2. Untuk menganalisis fakta

3. Untuk mengevaluasi fakta

4. Untuk mendapatkan inspirasi

5. Untuk mendapatkan hiburan atau menghibur diri

C. JENIS-JENIS MENYIMAK

Pengklarifikasian menyimak berdasarkan:

1. Sumber suara

Berdasarkan sumber suara yang disimak, penyimak dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Intrapersonal listening atau menyimak intrapribadi

b. Interpersonal listening atau penyimak antar pribadi

2. Cara penyimak bahan yang disimak

Berdasarkan pada cara penyimakan bahan yang disimak, dapat diklarifikasikan sebagai berikut:

a. Menyimak ekstensif (extensive listening)

Menyimak ekstensif ialah kegiatan menyimak tidak memerlukan perhatian, ketentuan dan ketelitian sehingga penyimak hanya memahami seluruh secara garis besarnya saja.

Menyimak ekstensif meliputi

1) Menyimak sosial

Menyimak sosial dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sosial, seperti di pasar, terminal, stasiun, kantor pos, dan sebagainya. Kegiatan menyimak ini lebih menekankan pada faktor status sosial, unsur sopan santun. dan tingkatan dalam masyarakat. Misalnya: Seorang anak jawa menyimak nasihat neneknya dengan sikap dan bahasa yang santun. Dalam hal ini, nenek memiliki peran yang lebih utama, sedang anak merupakan peran sasaran.

2) Menyimak sekunder

Menyimak sekunder terjadi secara kebetulan. Misalnya, jika seorang pembelajar sedang membaca di kamar, ia juga dapat mendengarkan percakapan orng lain, suara siaran radio, suara televisi, dan sebagainya. Suara tersebut sempat terdengar oleh pembelajar tersebut, namun ia tidak terganggu oleh suara tersebut.

3) Menyimak estetik

Menyimak estetika sering disebut menyimak apresiatif. Menyimak estetika ialah kegiatan menyimak untuk menikmati dan menghayati sesuatu. Misalnya, menyimak pembacaan puisi, rekaman drama, cerita, syair lagu, dan sebagainya. Kegiatan menyimak itu lebih menekankan aspek emosional penyimak seperti dalam menghayati dan memahami sebuah pembacaan puisi. Dalam hal ini, emosi penyimak akan tergugah, sehingga timbul rasa senang terhadap puisi tersebut. Demikian pula pembacaan cerita pendek. Hal ini pernah dilakukan oleh seorang pengarang terkenal Gunawan Mohammad yang sering membacakan cerpen-cerpennya melalui radio. Banyak remaja mendengarkan pembacaan tersebut. Para remaja tampaknya dapat menikmati dan menghayati cerpen yang dibacakan tersebut.

4) Menyimak Pasif

Menyimak pasif ialah menyimak suatu bahasan yang dilakukan tanpa upaya sadar. Misalnya, dalam kehidupan sehari-hari, seseorang mendengarkan bahasa daerah, setelah itu dalam masa dua atau tiga tahun ia sudah mahir memahami pesan dalam bahasa daerah tersebut. Kemudian, dia mahir pula menggunakan bahasa daerah tersebut. Kemahiran menggunakan bahasa daerah tersebut dilakukan sebagai hasil menyimak pasif. Namun, pada akhirnya, orang itu dapat menggunakan bahasa daerah dengan baik. Kegiatan menyimak pasif banyak dilakukan oleh masyarakat awam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendidikan di sekolah tidak dikenal istilah menyimak pasif. Pada umumnya, menyimak pasif terjadi karena kebetulan dan ketidaksengajaan.

b. Menyimak Intensif

Menyimak intensif adalah kegiatan menyimak dengan penuh perhatian, ketentuan dan ketelitian sehingga penyimak memahami secara mendalam.

Ciri-ciri menyimak intensif adalah:

1) Menyimak intensif ialah menyimak pemahaman

Pemahaman ialah proses memahami suatu objek. Pemahaman dalam menyimak merupakan proses memahami suatu bahan simakan. Pada dasarnya orang melakukan kegiatan menyimak intensif dengan tujuan untuk memahami makna bahan yang disimak dengan baik. Pemahaman merupakan prioritas pertama. Hal itu berbeda dengan menyimak ekstensif yang lebih menekankan hiburan, kontak sosial. ketidaksengajaan, dan lain sebagainya. Jadi, rioritas menyimak, intensif ialah memahami makna pembicaraan.

2) Menyimak intensif memerluhan konsentrasi tinggi

Konsentrasi ialah memusatkan sermua gejala jiwa seperti pikiran, perasaan, ingatan, perhatian, dan sebagainya kepada salah satu objek. Dalam menyimak intensif diperlukan pemusatan gejala jiwa menyeluruh terhadap bahan yang disimak. Agar penyimak dapat melakukan konsentrasi yang tinggi, maka perlu dilakukan, dengan beberapa cara, antara lain: (a) menjaga agar pikiran tidak terpecah, (b) perasaan tenang dan tidak bergejolak, (c) perhatian. terpusat pada objek yang sedang disimak, penyimak harus mampu menghindari berbagai hal-hal yang dapat menggangu kegiatan menyimak, baik internal maupun ekstenal.

3) Menyimak intensif ialah memahami bahasa formal

Bahasa formal ialah bahasa yang digunakan dalam situasi formal. Yang dimaksudkan dengan situasi formal ialah situasi komunikasi resmi. Misalnya, ceramah, pidato, diskusi, berdebat, temu ilmiah dan lain sebagainya. Bahasa yang digunakan dalam ceramah ilmiah, temu ilmiah, atau diskusi ialah bahasa resmi atau bahasa baku. Bahasa baku lebih menekankan makna.

4) Menyimak intensif diakhiri dengan reproduksi bahan simakan Reproduksi ialah kegiatan mengungkapkan kembali sesuatu yang telah dipahami. Untuk membuat reproduksi dapat dilakukan secara (1) lisan (berbicara) dan (2) tulis (menulis, mengarang). Reproduksi dilakukan setelah menyimak. Fungsi reproduksi itu antara lain adalah (1) mengukur kemampuan integratif antara menyimak dengan berbicara, (2) mengukur kemampuan integratif antara menyimak dengan menulis atau mengarang, (3) mengetahui kemampuan daya serap seseorang. (4) mengetahui tingkat pemahaman seseorang tentang bahan yang telah disimak.

Menyimak intensif meliputi:

1) Menyimak kritis

Menyimak kritis ialah kegiatan menyimak yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memberikan penilain secara objektif, menentukan keaslian, kebenaran. dan kelebihan, serta kekurangan-kekurangannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimak kritis adalah (a) mengamati tepat tidak ujaran pembicara, (b) mencari jawaban atas pertanyaan "mengapa menyimak", dapatkah penyimak membedakan antara fakta dan opini dalam menyimak. dapatkah penyimak mengambil simpulan dari hasil menyimak? dapatkah penyimak menafsirkan makna idium, ungkapan, dan majas dalam kegiatan menyimak" (Kamidjan,2001:22).

2) Menyimak introgatif

Menyimak interogratif ialah kegiatan menyimak yang bertujuan memperoleh informasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang diarahkan kepada pemerolehan informasi tersebut.

Kegiatan menyimak interogratif bertujuan untuk (a) mendapatkan fakta-fakta dari pembicara, (b) mendapatkan gagasan baru yang dapat dikembangkan menjadi sebuah wacana yang menarik, (c) mendapatkan informasi apakah bahan yang telah disimak itu asli atau tidak.

3) Menyimak eksploratif

Menyimak eksploratif ialah kegiatan menyimak yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk mendapatkan informasi baru. Pada akhir kegiatan, seorang penyimak eksploratif akan (a) menemukan gagasan baru. (b) menemukan informasi baru dan informasi tambahan dari bidang tertentu, (c) menemukan topik-topik baru yang dapat dikembang pada masa yang akan datang. (d) menemukan unsur-unsur bahasa yang bersifat baru.

4) Menyimak kreatif

Menyimak kreatif ialah kegiatan menyimak yang bertujuan untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas pembelajar. Kreativitas penyimak dapat dilakukan dengan cara (a) menirukan lafal atau bunyi bahasa asing atau bahasa daerah, misalnya bahasa Inggris, bahasa Belanda. bahasa Jerman. dan sebagainya, (b) mengemukakan gagasan yang sama dengan pembicara. namun menggunakan struktur dan pilihan kata yang berbeda, (c) merekonstruksi pesan yang telah disampaikan penyimak, (d) menyusun petunjuk-petunjuk atau nasihat berdasar materi yang telah disimak.

5) Menyimak konsentratif

Menyimak konsentratif ialah kegiatan menyimak yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memperoleh pemahaman yang baik terhadap informasi yang disimak. Kegiatan menyimak konsentratif bertujuan untuk (a) mengikuti petunjuk-petunjuk, (b) mencari hubungan antarunsur dalam menyimak. (c) mencari hubungan kuantitas dan kualitas dalam suatu komponen. (d) mencari butir-butir informasi penting dalam kegiatan menyimak, (e) mencari urutan penyajian dalam bahan menyimak, dan (f) mencari gagasan utama dari bahan yang telah disimak (Kamidjan,2001:23).

6) Menyimak selektif

Menyimak selektif ialah kegiatan menyimak yang dilakukan secara selektif dan terfokus untuk mengenal, bunyi-bunyi asing, nada dan suara, bunyi-bunyi homogen, kata-kata, frase-frase, kalimat-kalimat, dan bentuk-bentuk, bahasa yang sedang dipelajarinya. Menyimak selektif memiliki ciri tertentu sebagai pembeda dengan kegiatan menyimak yang lain. Adapun ciri menyimak selektif ialah: (a) menyimak dengan saksama untuk menentukan pilihan pada bagian tertentu yang diinginkan, (b) menyimak dengan memperhatikan topik-topik tertentu, (c) menyimak dengan memusatkan pada tema-tema tertentu.

c. Tujuan menyimak

Tujuan menyimak berdasarkan Tidyman & Butterfield membedakan menyimak menjadi:

1) Menyimak sederhana

2) Menyimak diskriminatif

3) Menyimak santai

4) Menyimak informatif

5) Menyimak literatur

6) Menyimak kritis

d. Taraf aktivitas penyimak

Berdasarkan pada titik pandang aktivitas penyimak dapat diklarifikasikan:

1) Kegiatan menyimak bertaraf rendah

2) Kegiatan menyimak bertaraf tinggi

D. UNSUR-UNSUR MENYIMAK

Kegiatan menyimak merupakan kegiatan yang cukup kompleks karena sangat bergantung kepada berbagai unsur yang mendukung. Yang dimaksudkan dengan unsur dasar ialah unsur pokok yang menyebabkan timbulnya komunikasi dalam menyimak. Setiap unsur merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan unsur yang lain. Unsur-unsur dasar menyimak ialah (1) pembicara, (2) penyimak, (3) bahan simakan, dan (4) bahasa lisan yang digunakan. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing unsur itu.

1. Pembicara

Yang dimaksudkan dengan pembicara ialah orang yang menyampaikan pesan yang. berupa informasi yang dibutuhkan oleh penyimak. Dalam komunikasi lisan, pembicara ialah narasumber pembawa pesan, sedang lawan bicara ialah orang yang menerima pesan (penyimak).

Dalam aktivitasnya, seorang penyimak sering melakukan. kegiatan menulis dengan mencatat hal-hal penting selama melakukan kegiatan menyimak. Catatan tersebut merupakan pokok-pokok pesan yang disampaikan pembicara kepada penyimak. Fungsi catatan tersebut ialah sebagai berikut.

a. Meninjau Kembali Bahan Simakan (Reviu)

Kegiatan meninjau kembali bahan simakan merupakan salah satu ciri penyimak kritis. Pada kegiatan ini, penyimak mencermati kembali bahan simakan yang telah diterima melalui catatan seperti: topik, tema, dan gagasan lain yang menunjang pesan yang disampaikan pembicara. Di samping itu penyimak dapat memprediksi berdasarkan pesan-pesan yang telah disampaikan pembicara.

b. Menganalisis Bahan Simakan Pada dasarnya menyimak ialah menerima pesan, namun dalam kenyataannya seorang penyimak tidak hanya menerima pesan begitu saja, ia juga berusaha untuk menganalisis pesan yang telah diterimanya itu. Kegiatan analisis ini dilakukan untuk membedakan ide pokok, ide bawahan, dan ide penunjang.

c. Mengevaluasi Bahan Simakan Pada tahap akhir kegiatan menyimak ialah mengevaluasi hasil simakan. Langkah ini dapat dilakukan dengan cara:

1) Kekuatan Bukti

Untuk membenarkan pernyataan pembicara, penyimak harus mengevaluasi bukti-bukti yang dikatakan pembicara. Jika bukti-bukti itu cukup kuat, apa yang dikatakan pembicara itu benar.

2) Validitas Alasan Jika pernyataan pembicara diikuti. dengan alasan-alasan yang kuat, terpercaya, dan logis, dapat dikatakan bahwa alasan itu validitasnya tinggi.

3) Kebenaran Tujuan

Penyimak harus mampu menemukan tujuan pembicara. Di samping itu, ia juga harus mampu membedakan penjelasan dengan keterangan inti, sikap subjektif dengan sikap objektif. Setelah itu ia akan mampu mencari tujuan pembicaraan (berupa pesan).

2. Penyimak

Penyimak yang baik ialah penyimak yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak dan luas. Jika penyimak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak dan luas, ia dapat melakukan kegiatan menyimak dengan baik. Selain itu, penyimak yang baik ialah penyimak yang dapat melakukan kegiatan menyimak dengan intensif. Penyimak seperti itu akan selalu mendapatkan pesan pembicara secara tepat. Hal itu akan lebih sempurna jika ia ditunjang oleh, pengetahuan dan pengalamannya. Kamidjan (2001:6) rnenyatakan bahwa penyimak yang baik ialah penyimak yang memiliki dua sikap, yaitu sikap objektif dan sikap kooperatif.

a. Sikap Objektif

Yang dimaksudkan dengan sikap objektif ialah pandangan penyimak terhadap bahan simakan. Jika bahan simakan itu baik, ia akan menyatakan baik, demikian pula sebaliknya. Penyimak sebaiknya tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal di luar kegiatan manyimak, seperti pribadi pembicara, ruang, suasana, sarana dan prasarana.

b. Sikap Kooperatif

Sikap kooperatif ialah sikap penyimak yang siap bekerjasama dengan pembicara untuk keberhasilan komunikasi tersebut. Sikap yang bermusuhan atau bertentangan dengan pembicara akan menimbulkan kegagalan dalam menyimak. Jika hal itu yang terjadi, maka penyimak tidak akan mendapatkan pesan dari pembicara. Sikap yang baik ialah sikap berkoperatif dengan pembicara.

3. Bahan simakan

Bahan simakan merupakan unsur terpenting dalam komunikasi lisan, terutama dalam menyimak. Yang dimaksudkan dengan bahan simakan ialah pesan yang disampaikan pembicara kepada penyimak. Bahan simakan itu dapat berupa konsep, gagasan, atau informasi. Jika pembicara tidak dapat menyampaikan bahan simakan dengan baik, pesan itu tidak dapat diserap oleh penyimak yang mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam komunikasi.

Untuk menghindari kegagalan, perlu dikaji ulang Bahan simakan dengan cara berikut.

a. Menyimak Tujuan Pembicara

Langkah pertama penyimak dalam melakukan kegiatan menyimak ialah mencari tujuan pembicara. Jika hal itu telah dicapai, ia akan lebih gampang untuk mendapatkan pesan pembicara. Jika hal itu tidak ditemukan, ia .akan mengalami kesulitan. Tujuan yang akan dicapai penyimak ialah untuk mendapatkan fakta, mendapatkan inspirasi, menganalisis gagasan pembicara, mengevaluasi, dan mencari hiburan.

b. Menyimak Urutan Pembicaraan

Seorang penyimak harus berusaha mencari urutan pembicaraan. Hal itu dilakukan untuk memudahkan penyimak mencari pesan pembicara. Walaupun pembicara berkata agak cepat, penyimak dapat mengikuti dengan hati-hati agar mendapatkan gambaran tentang urutan penyajian bahan. Urutan penyajian terdiri atasa tiga komponen, yaitu pembukaan, isi, dan penutup. Pada bagian pembukaan lingkup permasalahan yang akan dibahas. Bagian isi terdiri atas uraian panjang lebar permasalahan yang dikemukakan pada bagian pendahuluan. Pada bagian penutup berisi simpulan hasil pembahasan.

c. Menyimak Topik Utama Pembicaraan

Topik utama ialah topik yang selalu dibicarakan, dibahas, dianalisis s pembicaraan berlangsung. Dengan mengetahui topik utama, penyimak memprediksi apa saja yang akan dibicarakan dalam komunikasi tersebut. penyimak satu profesi dengan pembicara, is tidak akan kesulitan untuk mener topik utama. Sebuah topik uta.-na memiliki ciri-ciri: menarik perhatian pen) bermanfaat bagi penyimak, dan akrab dengan penyimak.

d. Menyimak Topik Bawahan

Setelah penyimak menemukan topik utama, langkah selanjutnya ialah mencari topik-topik bawahan. Umumnya pembicara akan membagi topik utama itu menjadi beberapa topik bawahan. Hal itu dilakukan agar pesan yang disampaikan dapat dengan mudah dicerna oleh penyimak. Penyimak dapat mengasosiasikan topik utama itu dengan sebuah pohon besar, topik bawahan ialah dahan dan ranting pohon tersebut. Dengan demikian penyimak yang telah mengetahui topik utama, dengan mudah akan mengetahui topik-topik bawahannya.

e. Menyimak Akhir Pembicaraan

Akhir pembicaraan biasanya terdiri atas: simpulan, himbauan, dan saran-saran. Jika pembicara menyampaikan rangkuman, maka tugas penyimak ialah mencermati rangkuman yang telah disampaikan pembicara tersebut. Jika pem bicara menyampaikan simpulan, maka penyimak mcncocokkan catatannya dengan simpulan yang disampaikan pembicara. Dalam hal itu perlu dicermati juga tentang simpulan. yang tidak sama, yaitu simpulan yang dibuat pembicara dan penyimak. Jika pembicara hanya menyampaikan himbauan, penyimak harus memperhatikan himbuan itu secara cermat dan teliti.

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN MENYIMAK

Menurut pendapat Rost (1991:108) bahwa faktor-faktor yang penting dalam keterampilan menyimak dalam kelas adalah siswa menuliskan butir-butir penting bahan simakan terutama yang berhubungan dengan bahan simakan.

Pendapat lain menurut Tarigan (1994:62), komponen/faktor-fantor penting dalam menyimak adalah sebagai berikut.

1. Membedakan antar bunyi fonemis.

2. Mengingat kembali kata-kata.

3. Mengidentifikasi tata bahasa dari sekelompok kata.

4. Mengidentifikasi bagian-bagian pragmatik, eskpresi, dan seperangkat penggunaan yang berfungsi sebagai unit sementara mencari arti/makna.

5. Menghubungkan tanda-tanda linguistik ke tanda-tanda para linguistik (intonasi) dan ke nonlinguistik (situasi yang sesuai dengan objek supaya terbangun makna, menggunakan pengetahuan awal (yang kita tahu tentang isi dan bentuk dan konteks yang telah siap dikatakan untuk memperkirakan dan kemudian menjelaskan makna.

6. Mengulang kata-kata penting dan ide-ide penting.

Selanjutnya, menurut pendapat Michael (1991:108) faktor-faktor yang penting dalam keterampilan menyimak dalam kelas adalah siswa menuliskan butir-butir penting bahan simakan terutama yang berhubungan dengan bahan simakan. Untuk dapat mengajarkan menyimak sampai pada pemahaman, guru perlu menyusun bahan simakan. Penyusunan materi menyimak pun tidak asal mendapatkan materi saja, tetapi ada beberapa yang harus diperhatikan guru dalam penyusunan materi ini di antaranya: (1) sasaran kegiatan, (2) sasaran kompetensi siswa, (3) metode pembelajaran, dan (4) faktor keberhasilan menyimak (Budiman, 2008:2).

Selain itu, masih ada beberapa faktor penting dalam keterampilan menyimak, di antaranya:

1. Unsur Pembicara

Pembicara haruslah menguasai materi, penuh percaya diri, berbicara sistematis dan kontak dengan penyimak juga harus bergaya menarik / bervariasi

2. Unsur Materi

Unsur yang diberikan haruslah aktual, bermanfaat, sistematis dan seimbang. Materi yang disusun pun sebaiknya memperhatikan tingkat perkembangan siswa. Tema materi yang dipergunakan sebaiknya bervariatif. Dengan demikian, siswa kita tidak akan jenuh belajar dan pembelajaran menyimak menjadi menyenangkan.

3. Unsur Penyimak / Siswa

a. Kondisi siswa dalam keadaan baik

b. Siswa harus berkonsentrasi

c. Adanya minat siswa dalam menyimak

d. Penyimak harus berpengalaman luas

4. Unsur Situasi

a. Waktu penyimakan

b. Saran unsur pendukung

c. Suasana lingkungan

Lingkungan yang mempengaruhi tersebut memberikan kenyataan bahwa siswa dapat menyimak bahan dengan baik atau tidak. Harus dihindari faktor lingkungan yang akan berpengaruh buruk bagi keberhasilan pengembangan kompetensi menyimak. Faktor tersebut misalnya minimnya fasilitas (tidak ada laboratorium), suasana menyimak tidak nyaman (ruangan telalu lebar, kelas di sebelah kita terlalu berisik).

F. CIRI-CIRI PENYIMAK IDEAL

Menurut Djago Tarigan mengidentifikasi ciri-ciri menyimak ideal sebagai berikut:

1. Berkonsentrasi

Artinya penyimak harus betul-betul memusatkan perhatian kepada materi yang disimak

2. Penyimak harus bermotivasi

Artinya mempunyai tujuan tertentu sehingga untuk menyimak kuat

3. Penyimak harus menyimak secara menyeluruh

Artinya penyimak harus menyimak materi secara utuh dan padu

4. Penyimak harus menghargai pembicara

5. Penyimak yang baik harus selektif, artinya harus memilih bagian-bagian yang inti

6. Penyimak harus sungguh-sungguh

7. Penyimak tidak mudah terganggu

8. Penyimak harus cepat menyesuaikan diri

9. Penyimak harus kenal arah pembicaraan

10. Penyimak harus kontak dengan pembicara

11. Kontak dengan pembicara

12. Merangkum

13. Menilai

14. Merespon

G. TEKNIK MENYIMAK YANG EFEKTIF

Untuk dapat menyimak dengan baik, perlu mengetahui syarat menyimak efektif. Adapun syarat tersebut ialah: (1) menyimak dengan berkonsentrasi , (2) menelaah materi simaka, (3) menyimak dengan kritis, dan (4) membuat catatan. (Universitas Terbuka, 1985:35). Berikut ini adalah masing-masing hal itu.

1. Menyimak dengan Berkonsentrasi

Yang dimaksud dengan menyimak berkonsentrasi ialah memusatkan pikiran perasaan, dan perhatian terhadap bahan simakan yang disampaikan pembicara. Untuk dapat memusatkan perhatian terhadap bahan simakan yang disampaikan pembicara dengan baik, penyimak harus dapat menghindari gangguan menyimak, baik yang berasal dari dirinya sendiri ataupun yang berasal dari luar. Beberapa faktor luar yang dimaksudkan di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Orang yang Datang Terlambat

Pada prinsipnya orang yang datang terlambat ke tempat ceramah akan mengganggu penyimak yang sedang berkonsentrasi terhadap bahan simakan.

b. Keanehan-keanehan yang Terjadi di antara Pembicara dan Penyimak

Jika terjadi ketidakselarasan antara pembicara dan penyimak, akan terjadi gangguan pada diri penyimak.

c. Metode Pembicara yang Tidak Tepat dalam Situasi Komunikasi

Metode yang tidak tepat, akan berakibat gagalnya alur komunikasi pembicara dan penyimak.

d. Pakaian Pembicara

Pembicara yang memakai pakaian yang berlebihan akan mengganggu konsentrasi penyimak.

e. Pembicara yang tidak menarik

2. Menelaah Materi Simakan

Untuk menelaah materi simakan, penyimak dapat melakukan hal-hal berikut ini: (a) mencari arah dan tujuan pembicaraan, (b) mencoba membuat penggalan-penggalan pembicaraan dari awal sampai akhir, (c) menemukan tema sentral (pokok pembicaraan), (d) mengamati dan memahami alat peraga (media) sebagai penegas materi simakan. (e) memperhatikan rangkuman (jika pembicara membuat rangkuman) yang disampaikan pembicara.

3. Menyimak dengan Kritis

Yang dimaksudkan dengan menyimak kritis ialah aktivitas menyimak yang para penyimaknya tidak dapat langsung menerima gagasan yang disampaikan pembicara sehingga mereka meminta argumentasi pembicara. Pada dasarnya penyimak kritis memiliki ciri-ciri: (a) dapat menghubungkan yang dikaitakan pembicara dengan pengetahuan dan pengalamannya, (b) dapat menyusun bahan yang telah disimak dengan baik (reproduksi), (c) dapat menguraikan (menelaskan) apa saja yang telah disampaikan pembicara. dan (d) dapat melakukan evaluasi terhadap bahan yang telah disimak.

4. Membuat Catatan

Kegiatan menyimak yang baik ialah kegiatan menyimak yang diikuti dengan kegiatan mencatat. Yang perlu dicatat dalam kegiatan menyimak ialah hal-hal. yang dianggap penting bagi penyimak. Catatan itu merupakan langkah awal dalam memahami bahan simakan. Hal-hal penting yang perlu diketahui penyimak dalam mencatat ialah: (a) catatan boleh menggunakan tanda-tanda yang bersifat informal. (b) bentuk catatan yang benar ialah singkat, padat, dan jelas. (c) catatan yang baik ialah catatan yang benar artinya catatan itu tidak akan menimbulkan keraguan, (d) catatan yang diberi tanda-tanda tertentu, akan mempermudah penyimak membaca ulang, (e) catatan perlu direviu secara periodik. Selanjutnva. dalam pencatatan, ada beberapa metode yang dapat diterapkan, di antaranya ialah metode kerangka saris bestir, metode precis, metode bukti-prinsip, metode pemetaan.

Penyimak yang baik apabila individu mampu menggunakan waktu ekstra untuk mengaktifkan pikiran pada saat menyimak. Ketika para siswa menyimak, perhatiannya tertuju pada objek bahan simakan. Pada saat itulah akan didapatkan proses menyimak yang efektif, menyimak yang lemah, dan menyimak yang kuat, sebagaimana dikemukakan oleh Campbell, dkk (2006:16) pada tabel berikut ini.

No Menyimak yang Efektif Menyimak yang Lemah Menyimak yang Kuat

1. Temukan beberapa area minat Menghilangkan pelajaran yang “kering” Menggunakan peluang dengan bertanya “Apa isinya untuk saya?”

2. Nilailah isinya, bukan penyampaiannya Menghilangkannya jika penyampaiannya jelek Menilai isi, melewati kesalahan-kesalahan penyampaian

3. Tahanlah semangat Anda Cenderung berargumen Menyembunyikan penilaian sampai paham

4. Dengarkan ide-ide Menyimak kenyataan Menyimak tema inti

5. Bersikap fleksibel Membuat catatan intensif dengan memakai hanya satu sistem Membuat catatan lebih banyak. Memakai 4-5 sistem berbeda tergantung pembicara

6. Bekerjalah saat menyimak Pura-pura menyimak Bekerja keras, menunjukkan keadaan tubuh yang aktif

7. Menahan gangguan Mudah tergoda Berjuang/menghindari gangguan, toleransi pada kegiatan-kegiatan jelek, tahu cara berkonsentrasi

8. Latihlah pikiran anda Menahan bahan yang sulit, mencari bahan yang sederhana Menggunakan bahan yang padat untuk melatih pikiran

9. Bukalah pikiran anda Setuju dengan informasi jika mendukung ide-ide yang terbentuk sebelumnya Mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda sebelum membentuk pendapat.

10. Tulislah dengan huruf besar tentang fakta karena berpikir lebih cepat daripada berbicara Cenderung melamun bersama dengan pembicara yang lemah Menantang, mengantisipasi, merangkum, menimbang bukti, mendengar apa yang tersirat.

H. TEKNIK PENINGKATAN DAYA SIMAK

Telah disebutkan di atas bahwa pada saat menyimak.. Anda perlu berkonsentrasi terhadap apa yang Anda simak. Selain konsentrasi, faktor lain yang juga beperan besar dalam kegiatan menyimak adalah penguasan kosakata. Hal ini terjadi karena penangkapan makna merupakan bagian integral dari poses menyimak Orang dewasa dikatakan memiliki kosakata minimum apabila ia hanya memiliki rata-rata kosakata sekitar 20.000 kata. Selajutnya. untuk meningkatkan daya simak Anda. ada beberapa teknik yang dapat dilakukan. di antaranya adalah teknik loc,. teknik penggabungan. dan teknik fonetik (Sutari dkk. 1997: 67--70). Berikut ini adalah peniciasan teknik-teknik tersebut.

1. Teknik Loci (Loci System)

Teknik loci merupakan salah satu teknik mengingat yang paling tradisional. Teknik ini pada dasamva merupakan teknik mengingat dengan cara memvisualisasikan materi yang harus diingat dalam ingatan Anda. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara mempelajari urutan informasi dengan informasi lain yang serupa , dan mencocokan hal-hal yang akan diingat dengan lokasi tersebut.

2. Teknik Penggabungan

Teknik penggabungan merupakan teknik mengingat dengan cara menghubungkan (menggabungkan) pesan pertama yang akan Anda ingat secara berantai dengan pesan kedua, ketiga. dan seterusnva. Pesan berantai itu dihubungkan pula dengan imaji-imaji tertentu yang perlu divisualkan secara jelas dalam pikiran Untuk mencegah terjadinya kelupaan pada pesan pertama (pesan yang akan dimatarantaikan), pesan pertama perlu dihubungkan tersebut dengan lokasi yang akan mengingatkan Anda pada item tadi.

3. Teknik- Fonetik

Teknik fonetik melibatkan penggabungan angka-angka, bunyi-bunvi fonetis, dan kata-kata yang mewakili bilangan-bilangan itu dengan pesan yang akan diingat. Teknik ini dapat membentuk imaji visual yang kuat untuk masing-masing kata yang berhubungan dengan bilangan; dan membentuk penggabungan visual antara masing-masing pesan yang akan diingat secara berurutan dengan masing-masing kata yang terbentuk dari kata-kata yang divisualisasikan.

I. TEKNIK DICTOGLOSS

Kata dictogloss berasal bahasa Inggris dan terdiri dari dua kata, yaitu kata dicto atau dictate yang artinya dikte atau imla, dan kata gloss yang artinya tafsir. Penulis berpendapat, bahwa teknik ini merupakan gabungan dua teknik, yaitu dikte dan tafsir. Setelah teks dibacakan dengan cara didiktekan, maka para siswa harus menafsirkan teks cerita yang telah ia dengar tersebut.

David Nunan dalam Azies dan Alwasilah, (1996:85), mengemukakan bahwa teknik dictogloss, yaitu sebuah teknik dalam pengajaran menyimak yang tergolong komunikatif. Dalam teknik ini guru membacakan sebuah wacana singkat kepada siswa dengan kecepatan normal dan siswa diminta menuliskan kata sebanyak yang mereka mampu. Mereka kemudian bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk merekonstruksi wacana dengan berdasarkan serpihan-serpihan yang telah mereka tulis. Teknik ini mirip dengan teknik dikte tradisional, walaupun hanya bersifat superficial.

Dengan teknik ini siswa dilatih untuk mendengarkan, memahami, menginterpretasikan serta memberikan tanggapan terhadap informasi yamg didengarkannya. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa di dalam teknik dictogloss terdapat dua buah teknik yang digunakan sebagai upaya pemahaman sebuah wacana lisan, yakni dikte dan teknik identifikasi kata kunci. Teknik dikte digunakan ketika wacana diperdengarkan kepada siswa dengan kecepatan normal, sedangkan teknik identifikasi kata kunci digunakan ketika siswa diminta menuliskan kata-kata kunci atau kata-kata isi sebanyak yang mereka mampu. Djago Tarigan (1986:52), menyatakan bahwa identifikasi kata kunci adalah memilih kata yang merupakan pokok pikiran utama dalam wacana, maka dalam teknik dictogloss perlu adanya penemuan kata-kata yang merupakan kata kunci. Wacana lisan yang didengarkan oleh siswa, yaitu berupa rekaman cerita dalam kaset. Rekaman cerita tersebut merupakan salah satu media audio. Aristo Rahadi (Depdiknas, 2003:33), menyatakan bahwa media audio sering digunakan di sekolah. Program kaset audio termasuk media yang sudah memasyarakat hingga ke pelosok pedesaan dan cukup ekonomis, karena biaya yang diperlukan untuk pengadaan dan perawataan cukup murah untuk membantu guru dalam menyampaikan pelajaran.

Akhirnya dapat penulis simpulkan bahwa teknik dictogloss, yaitu teknik yang digunakan dalam pengajaran menyimak dengan cara menyajikan sebuah wacana lisan kepada siswa dan mereka bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk merekontruksi wacana yang berdasarkan kepada kata-kata kunci tadi.

1. Langkah-langkah Penggunaan Teknik Dictogloss

Ada empat langkah dalam teknik dictogloss yang dikemukan oleh David Nunan dalam Azies dan Alwasillah (1996:86), yaitu:

a. Persiapan.

Pada tahap ini guru mempersiapkan siswa untuk menghadapi teks yang akan mereka dengar dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mendiskusikan gambar stimulus, dengan membahas kosakata, dengan meyakinkan bahwa siswa tahu apa yang harus dilakukan, dan dengan meyakinkan bahwa siswa ada pada kelompok yang sesuai.

b. Dikte.

Pembelajar mendengarkan dikte dua kali. Pertama mereka hanya mendengarkan dan mendapatkan gambaran umum teks tersebut. Kedua, mereka membuat catatan, dengan dimotivasi akan membantu mereka merekontruksikan teks. Untuk alasan konsistensi, lebih baik siswa mendengarkan teks tersebut melalui tape recorder bukan dari teks yang dibacakan guru.

c. Rekonstruksi.

Pada akhir dikte, pembelajar mengumpulkan catatan-catatan dan menyusun kembali teks versi mereka. Selama tahap ini perlu diingat bahwa guru tidak memberikan masukan bahasa pada siswa.

d. Analisis dan Koreksi.

Ada berbagai cara untuk menangani tahap ini. Pertama, setiap teks versi siswa bisa ditulis pada papan tulis atau ditayangkan melalui overhead projector (OHP). Kedua, teks bisa diperbanyak dan dibagi-bagikan kepada semua siswa. Ketiga, siswa bisa membandingkan versi mereka dengan teks asli, kalimat demi kalimat.

2. Kelebihan Teknik Dictogloss

Teknik dictogloss ini bisa menjadi jembatan yang berguna antara menyimak Bottom up dan Top down. Dalam kasus pertama, pembelajar terutama berurusan dengan bagaimana mengenali unsur-unsur individual dalam teks (strategi bottom-up). Namun, selama diskusi kelompok-kelompok kecil, beberapa atau semua strategi top down mungkin disertakan. Pada strategi ini, pembelajar akan mengintegrasikan pengetahuan “dalam kepala” atau background knowledge mereka. Dengan teknik dictogloss pembelajar akan mampu:

a. Membuat prediksi.

b. Membuat inferensi-inferensi hal-hal yang tidak ada dalam teks.

c. Akan mengenali topik teks.

d. Akan mengenali jenis teks (apakah naratif, deskriptif, anekdot, dan sebagainya).

e. Akan mengenali berbagai jenis hubungan semantik di dalam teks (Azies dan Alwasilah, 1996:85-86).

Dengan demikian, teknik dictogloss mampu memanfaatkan prinsip bahwa dua kepala selalu lebih baik daripada satu kepala. Siswa mampu mengumpulkan dan memanfaatkan sumber-sumber, bahkan siswa yang tergolong low-level. Dengan bekerja sama, siswa akan mampu melakukan sesuatu di atas kompetensi mereka yang sebenarnya. Tentu saja, pengajaran menyimak dengan teknik ini tidak harus mendominasi seluruh waktu dalam suatu tatap muka. Ia bisa diintegrasikan dalam pelajaran apapun. Tahap pemanasan merupakan tahap yang paling cocok dan dapat menyediakan cukup kesempatan untuk aktivitas menyimak ini, karena pada tahap ini kita dapat membiasakan siswa dengan bahasa.

3. Kelemahan Teknik Dictogloss

Aristo (Depdiknas,2003:34), mengutarakan kelemahan dalam menggunakan media rekaman adalah sebagai berikut.

a. daya jangkaunya terbatas, tidak bisa didengarkan secara massal;

b. jika jumlah sasarannya sedikit dan hanya sekali pakai, maka biaya produksi menjadi mahal;

c. cenderung verbalisme karena semua informasi hanya disajikan melalui suara, sehingga sulit untuk menyajikan materi yang bersifat sangat teknis, praktek, dan eksak.

Tidak ada sebuah teknik pun yang sempurna. Jika teknik tersebut memiliki kelebihan, maka kelemahan pun pasti dimiliki oleh teknik tersebut. Begitupun dengan teknik dictogloss dalam pelaksanaannya di lapangan terdapat beberapa kelemahan. Adapun kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Kurangnya pengadaan media., karena dalam teknik dictogloss ini memerlukan media yang baik dan tepat.

b. Kurangnya waktu yang tersedia, karena dalam teknik dictogloss ini memerlukan waktu yang lebih lama.

4. Penggunaan Media Rekaman dalam Teknik Dictogloss

Media rekaman atau media audio ialah media yang berkenaan dengan indera pendengaran, seperti kaset dan radio. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa dalam teknik dictogloss lebih baik bila digunakan media rekaman sebagai alat bantu audio. Penggunaan teknik ini dimaksudkan untuk:

a. Membuat pembelajaran lebih produktif.

b. Membuat pembelajaran lebih langsung dan segera.

c. Membuat pembelajaran lebih seimbang dan merata (Azies dan Alwasilah, 1996:86).

Oleh karena itu, penggunaan media rekaman atau media audio ini sangat dianjurkan dalam pembelajaran menyimak. Namun, untuk meraih keberhasilan dalam penggunaan media ini perlu diketahui beberapa hal, seperti kedudukan penyimak, sifat media, langkah dalam penulisan naskah, dan komponen dalam program audio.

Di dalam komunikasi, penyimak itu mempunyai kedudukan yang penting. Komunikasi akan dikatakan efektif jika para penyimak terpikat perhatiannya, dapat memahami isi pesan yang disampaikan, dan melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang dibuat oleh penyusun program. Untuk memproduksi program perlu diperhatikan sifat-sifat media yang digunakan. Media audio itu bersifat auditif. Isi program yang disampaikan di telinga penyimak itu hanya sepintas lalu saja. Penyimak yang tidak berkonsentrasi tentu tidak dapat menangkap pesan yang disampaikan. Bila penyusun program ingin mendapatkan hasil yang baik, program media ini harus bersifat akrab dengan penyimak.

Penulis naskah audio harus memperhatikan kemampuan berpikir penyimaknya. Jenis penyimak itu sangat menentukan isi pesan dan bahasa yang dipergunakan dalam penulisan naskah. Naskah audio yang disajikan untuk pelajar harus mempergunakan kata-kata dan kalimat yang diketahui oleh pelajar. Beberapa langkah dalam penulisan naskah diantaranya:

a. menentukan topik;

b. melakukan penelitian mengenai pokok masalah;

c. membuat garis besar;

d. menentukan format;

e. menulis konsep;

f. mengecek konsep; dan

g. menulis naskah.

Pada akhirnya, dapat penulis simpulkan penggunaan media rekaman atau media audio dalam pembelajaran menyimak dengan teknik dictogloss sangat penting dan dapat menunjang keberhasilan dalam kegiatan menyimak.

5. Langkah-Langkah untuk Mengatasi Kelebihan/Kekurangan dalam Penggunaan Teknik Dictogloss

Dalam pembelajaran menyimak dengan teknik dictogloss diperlukan adanya langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mengatasi kelebihan/kekurangan dalam penggunaannya. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

a. Guru harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya, baik secara teknis maupun praktis, yaitu persiapan tertulis maupun tidak tertulis. Dimulai dari mempersiapkan siswa, media dan sumber, sarana dan situasi yang mendukung terlaksananya pembelajaran menyimak ini.

b. Dalam menggunakan media harus tepat sehingga tidak terjadi verbalisme, efektif dan efisien.

c. Pada tahap rekonstruksi, guru harus memberi keleluasaan kepada siswa untuk mengungkapkan pikiran, ide-ide, dan pendapatnya.

d. Dalam menganalisis dan mengoreksi, setiap hasil pendapat siswa lebih dihargai dan dinilai dengan seobyektif mungkin sehingga tidak menjatuhkan siswa.

e. Dengan teknik ini guru dapat memberikan cara yang tepat untuk menyerap informasi lain.

J. KEGIATAN MENYIMAK

1. Proses menyimak komprehensif

Adapun komponen yang termasuk dalam proses menyimak:

a. Rangsang bunyi

Weafer 91972) memasukan kata-kata, bunyi isyarat dan bunyi-bunyi lainnya sebagai tipe- tipe simbol bunyi yang dapat diterima dan dapat dimaknai oleh penyimak

b. Penerimaan alat peraga

c. Perhatian dan penyelesaian

d. Pemberian makna

2. Fungsi comprehensive listening

Fungsinya berkonsentrasi pada pesan-pesan yang disampaikan selanjutnya kaitan antara satu pesan dengan lainnya agar sampai pemahaman yang dikehendaki.

3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan menyimak konprehensif

a. Memori

Adapun memori dalam diri kita memiliki tiga fungsi penting

1) Menyusun arah tentang apa yang akan kita lakukan dalam aktivitas

2) Memberikan struktur baku terhadap pemahaman kita kepada suatu aktivitas apabila konsep-konsep kita tersebut dikemukakan oleh orang lain

3) Memberikan arah/pedoman untuk mengingat pengalaman/ pengetahuan dan informasi- informasi yang telah diketahui sebelumnya.

Beberapa teori yang memberikan penjelasan tentang penyebab mengapa informasi yang disimpan dalam memori hilang (lupa):

1) Fuding teori (teori pemudaran): maksudnya informasi yang tidak sering digunakan akan memudar / perlahan-lahan hilang.

2) Distortion theory: informasi yang mirip dengan informasi yang lainnya tidak dapat dibedakan, yang telah disimpan di ingatan.

3) Superssion Theory: teori ini menyatakan pesan akan hilang akibat hambatan multivasional (melukai).

4) Interference Theory: teori ini menyatakan informasi yang telah di dapat sebelumnya akan bercampur dengan informasi yang baru didapat.

5) Processing Break down theory: teori ini berpendapat bahwa tak satupun dari bagian-bagian informasi dapat diingat tanpa menggunakan sistem pengkodean makna ganda (sistem coding ambigu).

Menurut penelitian manusia akan lebih mengingat apabila informasi itu:

1) Dianggap penting dan berharga atau berguna dalam kehidupan

2) Dianggap lain dari pada informasi yang lain atau dianggap unik (tidak wajar)

3) Terorganisir dan

4) Berupa informasi visual

Menurut Montgo Mery ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kita dapat meningkatkan daya mengingat kita. Kita harus memiliki keinginan kuat untuk meningkatkan daya ingatan, meningkatkan konsentrasi terhadap suatu pesan, dan peduli terhadap lingkungan dan orang-orang di sekitar kita.

b. Konsentrasi

Salah satu alasan mengapa pendengar tak dapat berkonsentrasi pada sumber pembicaraan (penuturan) adalah kemungkinan karena sering berkomunikasi dalam rentang yang terlalu lama, sehingga keadaan seperti ini menuntutnya untuk membagi-bagi energi. Untuk memperhatikan antara berbagai ragam rangsang dan tidak merespon pada suatu rangsang saja. Alasan yang kedua adalah karena pendengar salah mengarahkan energi untuk memperhatikan (attention energy). Menurut Erving Goffman, bentuk standar dankesalahan penafsiran meliputi hal-hal berikut:

1) Pencakupan / pemenuhan eksternal, dibandingkan dengan berkonsentrasi pada pesan penutur, pendengar cenderung akan mudah terkacaukan perhatiannya oleh stimulasi / rangsang dari luar

2) Kesadaran diri

3) Kesadaran berinteraksi

4) Kurangnya rasa ingin tahu terhadap apa yang sedang dibicarakan

Ada tiga alasan lain yang menyadari alasan kurangnya konsentrasi di atas diantaranya; kurangnya motivasi diri dan kurangnya tanggung jawab.

c. Pembendaharaan kata

Faktor yang mempengaruhi kemampuan komprehensif pendengar adalah ukuran kosa kata. Diasumsikan bahwa ukuran kosa kata merupakan variabel penting dalam pemahaman pendengar.

Dalam peran kita sebagai komunikator, kita memiliki empat jenis kosa kata fungsional yang sangat bervariasi ukurannya, jenis kosa kata itu dibedakan berdasarkan usia, saat seseorang melakukan komunikasi. Hal tersebut digambarkan sebagai berikut:

1) Sampai kira-kira seseorang mencapai usia sebelas tahun kosa kata fungsional terbesar yang dimiliki adalah kosa kata simakan mendengar (listening vocabulary) artinya pengayaan kosa katanya pada fase ini dapat dan hasil simakan dari kehidupan sehari-hari

2) Setelah lewat usia dua belas, kosa kata simakan yang seseorang miliki, umumnya dipengaruhi oleh kosa kata atau hasil membaca (reading vocabulary).

3) Orang dewasa dikatakan memiliki kosa kata minimum apabila ia hanya memilih rata-rata kosa kata sebesar 20.00 kata.

Untuk meningkatkan kosa kata umum maupun kosa kata mendengar menurut langkah-langkah Pauk dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Langkah pertama adalah menumbuhkan minat kata-kata. Ada dua kemampuan dasar yang dapat membantu kita untuk mempelajari kata-kata baru berdasarkan maknanya adalah kemampuan menganalisa struktur dan kemampuan menganalisa konteks kata keterampilan pertama tadi yaitu analisis struktur.

2) Langkah yang kedua adalah mempelajari makna dari kata-kata yang tidak lazim dari konteks-konteksnya.

Ada 2 jenis petunjuk kontekstual yang utama dan telah umum dikenal yakni petunjuk sematik (makna kata) dan sintaksis (struktur kalimat), yang termasuk ke dalam petunjuk sematik adalah petunjuk sinonim, penjelas, deskripsi, contoh, kesimpulan, penjelas pengalaman, situasi. Petunjuk kontekstual kedua adalah petunjuk sintaksis berupa pola-pola penyusun kalimat yang menjadi penyusun suatu kalimat.

d. Faktor-faktor tambahan

1) Faktor kurang seringnya diadakan penelitian-penelitian yang terkontrol secara ilmiah

2) Tak banyak mengenal paliditas dan realibitas tes mendengar yang diterapkan dalam penelitian

3) Karena sebagian besar peneliti belum terkoordinir dengan baik.

Ada beberapa variabel yang mempengaruhi keefektifan menyimak konprehensif adalah usia, motivasi, intelgensia, tingkat pencapaian, kemampuan berbicara, pemahaman membaca, kemampuan belajar, kemampuan berbahasa dan kultural.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Menyimak : proses mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menafsirkan, menilai, dan mereaksi makna.

2. Tujuan utama menyimak adalah untuk menangkap dan memahami

Rabu, 01 Agustus 2012

45 nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila

1.Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan YME,sesuai dengam agama dan kepercayaannya masing masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda beda terhadap Tuhan YME.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME adalah masalah yg menyangkut hubungan pribadi manusia dgn Tuhan YME yg dipercayai dan diyakininya.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dgn agama dan kepercayaan masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME kpd org lain.
1.     Kemanusiaan Yg Adil Dan Beradab
1. Mengakui & Memperlakukan manusia sesuai dgn harkat dan martabat sbg makhluk Tuhan YME.
2. Mengakui persamaan derajat,persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia,tanpa membeda bedakan suku,keturunan,agama,kepercayaan,jenis kelamin,kedudukan sosial,warna kulit dsb.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap org lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sbg bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja-sama dgn bangsa lain.
2.    Persatuan Indonesia
1. Mampu menempatkan persatuan,kesatuan,serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama dan atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban utk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengbangkan rasa cinta tanag air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan kebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yg berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi,dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
3.    Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat,setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan,hak dan kewajibam yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kpd orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dlm mengambil keputusan utk kepentingan bersama.
4. Musyawarah utk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yg dicapai sbg hasil musyawarah.
6. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal rehat dan sesuai dengan hati nurani luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan YME, Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberi kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan
4.    Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan stasana kekeluargaan dan kegotong-royongan
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak org lain.
5. Suka memberikan pertolongan kepada org lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik utk usaha-usaha yg bersipat pemerasan terhadap org lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yg bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dgn atau merugikan kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya org lain yg bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yg merata dan keadilan sosial

suku bugis


Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi Selatan. Penciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga dikategorikan sebagai orang Bugis.[2] Berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak sekitar enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Orang Bugis juga banyak yang merantau ke mancanegara.

Sejarah

Awal Mula

Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.

Perkembangan

Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar. Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan)

Masa Kerajaan

Kerajaan Bone

Di daerah Bone terjadi kekacauan selama tujuh generasi, yang kemudian muncul seorang To Manurung yang dikenal Manurungnge ri Matajang. Tujuh raja-raja kecil melantik Manurungnge ri Matajang sebagai raja mereka dengan nama Arumpone dan mereka menjadi dewan legislatif yang dikenal dengan istilah ade pitue. Manurungnge ri Matajang dikenal juga dengan nama Mata Silompoe. Adapun ade' pitue terdiri dari matoa ta, matoa tibojong, matoa tanete riattang, matoa tanete riawang, matoa macege, matoa ponceng. istilah matoa kemudian menjadi arung. setelah Manurungnge ri Matajang, kerajaan Bone dipimpin oleh putranya yaitu La Ummasa' Petta Panre Bessie. Kemudian kemanakan La Ummasa' anak dari adiknya yang menikah raja Palakka lahirlah La Saliyu Kerrempelua. pada masa Arumpone (gelar raja bone) ketiga ini, secara massif Bone semakin memperluas wilayahnya ke utara, selatan dan barat

Kerajaan Makassar

Di abad ke-12, 13, dan 14 berdiri kerajaan Gowa, Soppeng, Bone, dan Wajo, yang diawali dengan krisis sosial, dimana orang saling memangsa laksana ikan. Kerajaan Makassar (Gowa) kemudian mendirikan kerajaan pendamping, yaitu kerajaan Tallo. Tapi dalam perkembangannya kerajaan kembar ini (Gowa & Tallo) kembali menyatu menjadi kerajaan Makassar (Gowa).

Kerajaan Soppeng

Di saat terjadi kekacauan, di Soppeng muncul dua orang To Manurung. Pertama, seorang wanita yang dikenal dengan nama Manurungnge ri Goarie yang kemudian memerintah Soppeng ri Aja. dan kedua, seorang laki-laki yang bernama La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili yang memerintah di Soppeng ri Lau. Akhirnya dua kerajaan kembar ini menjadi Kerajaaan Soppeng.

Kerajaan Wajo

Sementara kerajaan Wajo berasal dari komune-komune dari berbagai arah yang berkumpul di sekitar danau Lampulungeng yang dipimpin seorang yang memiliki kemampuan supranatural yang disebut puangnge ri lampulung. Sepeninggal beliau, komune tersebut berpindah ke Boli yang dipimpin oleh seseorang yang juga memiliki kemampuan supranatural. Datangnya Lapaukke seorang pangeran dari kerajaan Cina (Pammana) beberapa lama setelahnya, kemudian membangun kerajaan Cinnotabbi. Selama lima generasi, kerajaan ini bubar dan terbentuk Kerajaan Wajo. Kerajaan pra-wajo yakni Cinnongtabi dipimpin oleh masing-masing : La Paukke Arung Cinnotabi I, We Panangngareng Arung Cinnotabi II, We Tenrisui Arung Cinnotabi III, La Patiroi Arung Cinnotabi IV. setelahnya, kedua putranya menjabat sekaligus sebagai Arung Cinnotabi V yakni La Tenribali dan La Tenritippe. Setelah mengalami masa krisis, sisa-sisa pejabat kerajaan Cinnotabi dan rakyatnya bersepakat memilih La Tenribali sebagai raja mereka dan mendirikan kerajaan baru yaitu Wajo. adapun rajanya bergelar Batara Wajo. Wajo dipimpin oleh, La Tenribali Batara Wajo I (bekas arung cinnotabi V), kemudian La Mataesso Batara Wajo II dan La Pateddungi Batara Wajo III. Pada masanya, terjadi lagi krisis bahkan Batara Wajo III dibunuh. kekosongan kekuasaan menyebabkan lahirnya perjanjian La Paddeppa yang berisi hak-hak kemerdekaan Wajo. setelahnya, gelar raja Wajo bukan lagi Batara Wajo akan tetapi Arung Matowa Wajo hingga adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia @arm

Penyebaran Islam

Pada awal abad ke-17, datang penyiar agama Islam dari Minangkabau atas perintah Sultan Iskandar Muda dari Aceh. Mereka adalah Abdul Makmur (Datuk ri Bandang) yang mengislamkan Gowa dan Tallo, Suleiman (Datuk Patimang) menyebarkan Islam di Luwu, dan Nurdin Ariyani (Datuk ri Tiro) yang menyiarkan Islam di Bulukumba.[3]

Mata Pencaharian                                                                                   

Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.

Perompak

Sejak Perjanjian Bongaya yang menyebabkan jatuhnya Makassar ke tangan kolonial Belanda, orang-orang Bugis dianggap sebagai sekutu bebas pemerintahan Belanda yang berpusat di Batavia. Jasa yang diberikan oleh Arung Palakka, seorang Bugis asal Bone kepada pemerintah Belanda, menyebabkan diperolehnya kebebasan bergerak lebih besar kepada masyarakat Bugis. Namun kebebasan ini disalahagunakan Bugis untuk menjadi perompak yang mengganggu jalur niaga Nusantara bagian timur.
Armada perompak Bugis merambah seluruh Kepulauan Indonesia. Mereka bercokol di dekat Samarinda dan menolong sultan-sultan Kalimantan di pantai barat dalam perang-perang internal mereka. Perompak-perompak ini menyusup ke Kesultanan Johor dan mengancam Belanda di benteng Malaka.[4]

Serdadu Bayaran

Selain sebagai perompak, karena jiwa merantau dan loyalitasnya terhadap persahabatan orang-orang Bugis terkenal sebagai serdadu bayaran. Orang-orang Bugis sebelum konflik terbuka dengan Belanda mereka salah satu serdadu Belanda yang setia. Mereka banyak membantu Belanda, yakni saat pengejaran Trunojoyo di Jawa Timur, penaklukan pedalaman Minangkabau melawan pasukan Paderi, serta membantu orang-orang Eropa ketika melawan Ayuthaya di Thailand.[5] Orang-orang Bugis juga terlibat dalam perebutan kekuasaan dan menjadi serdadu bayaran Kesultanan Johor, ketika terjadi perebutan kekuasaan melawan para pengelana Minangkabau pimpinan Raja Kecil.

Bugis Perantauan

Kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Bahkan, di pinggiran kota Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah suburb yang bernama Maccassar, sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka[rujukan?].

Penyebab Merantau

Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad ke-16, 17, 18 dan 19, menyebabkan tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu budaya merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.
MENGENAL KEBUDAYAAN SUKU BANGSA BUGIS-MAKASSAR 
Sistem Kepercayaan Kebudayaan Suku Bangsa Bugis-Makassar 
Orang Bugis-Makassar lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros dan Pangkajene Propinsi Sulawesi Selatan. Mereka merupakan penganut agama Islam yang taat. Agama Islam masuk ke daerah ini sejak abad ke- 17. Mereka dengan cepat menerima ajaran Tauhid. Proses islamisasi di daerah ini dipercepat dengan adanya kontak terus-menerus dengan pedagang-pedagang melayu Islam yang sudah menetap di Makassar. Pada zaman pra-Islam, religi orang Bugis-Makassar, seperti tampak dalam Sure’ Galigo, mengandung suatu kepercayaan kepada satu dewa tunggal yang disebut dengan beberapa nama, yaitu:
1) Patoto-e, yaitu ‘Dia yang menentukan nasib’
2) Dewata Seuwa-e, yaitu ‘Dewa yang tunggal’
3) Turie a’
rana, yaitu ‘Kehendak yang tertinggi’
Sisa-sisa kepercayaan ini masih terlihat pada orang To Lotang di Kabupaten Sindenreng-Rappang, dan pada orang Amma Towa di Kajang, Kabupaten Bulukumba. Orang Bugis-Makassar masih menjadikan adat mereka sebagai sesuatu yang keramat dan sakral. Sistem adat yang keramat itu didasarkan pada lima unsur pokok sebagai berikut.
a. Ade’ (ada’ dalam bahasa Makassar) adalah bagian dari panngaderrang yang terdiri atas:
1. Ade’ Akkalabinengneng, yaitu norma mengenai perkawinan, kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam hal berumah tangga, dan sopan-santun pergaulan antarkaum kerabat.
2. Ade’ tana, yaitu norma mengenai pemerintahan, yang terwujud dalam bentuk hukum negara, hukum antarnegara, dan etika serta pembinaan insan politik. Pembinaan dan pengawasan ade’ dalam masyarakat Bugis-Makassar dilakukan oleh beberapa pejabat adat, seperti pakka-tenni ade’, pampawa ade’, dan parewa ade.’
b. Bicara, berarti bagian dari pangaderreng, yaitu mengenai semua kegiatan dan konsep-konsep yang bersangkut paut dengan hukum adat, acara di muka pengadilan, dan mengajukan gugatan.
c. Rampang, berarti perumpamaan, kias, atau analogi. Sebagai bagian dari panngaderreng, rampang menjaga kepastian dan kesinambungan suatu keputusan hakim tak tertulis masa lampau sampai sekarang dan membuat analogi hukum kasus yang dihadapi dengan keputusan di masa lampau. Rampang juga berupa perumpamaan-perumpamaan tingkah-laku ideal dalam berbagai bidang kehidupan, baik kekerabatan, politik, maupun pemerintahan.
d. Wari, adalah bagian dari panngaderreng yang berfungsi mengklasifikasikan berbagai benda dan peristiwa dalam kehidupan manusia. Misalnya, dalam memelihara garis keturunan dan hubungan kekerabatan antarraja.
e. Sara, adalah bagian dari pangaderreng, yang mengandung pranata hukum, dalam hal ini ialah hukum Islam.
Kelima unsur keramat di atas terjalin menjadi satu dan mewarnai alam pikiran orang Bugis-Makassar. Unsur tersebut menghadirkan rasa sentimen kewargaan masyarakat, identitas sosial, martabat, dan harga diri, yang tertuang dalam konsep siri. Siri ialah rasa malu dan rasa kehormatan seseorang.

Sistem Kekerabatan Kebudayaan Suku Bangsa Bugis-Makassar 
Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah:
1) Assialang marola, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
2) Assialana memang, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
3) Ripanddeppe’ mabelae, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga banyak pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan sepupunya.
Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah perkawinan antara:
1) anak dengan ibu atau ayah
2) saudara sekandung
3) menantu dan mertua
4) paman atau bibi dengan kemenakannya
5) kakek atau nenek dengan cucu

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan adalah:
1) mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk mengadakan peminangan.
2) massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng (mas kawin), dan sebagainya.
3) Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan datang.

Sistem Politik Kebudayaan Suku Bangsa Bugis-Makassar 
Orang Bugis-Makassar lebih banyak mendiami Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene. Desa-desa di kabupaten tersebut merupakan kesatuan-kesatuan administratif, gabungan sejumlah kampung lama, yang disebut desa-desa gaya baru. Sebuah kampung biasanya terdiri atas sejumlah keluarga yang mendiami antara 10 sampai 20 buah rumah. Rumah-rumah itu biasanya terletak berderet menghadap ke selatan atau barat. Apabila ada sungai, diusahakan membangun rumah membelakangi sungai. Pusat kampung lama ditandai dengan sebuah pohon beringin besar yang dianggap sebagai tempat keramat (possi tana).
Sebuah kampung lama dipimpin oleh seorang kepala kampung (matowa, jannang, lompo’, toddo’). Kepala kampung dibantu oleh sariang dan parennung. Gabungan kampung dalam struktur asli disebut wanua, pa’rasangan atau bori.’ Pemimpin wanua oleh orang Bugis dinamakan arung palili atau sullewatang, orang Makassar menyebutnya gallarang atau karaeng. Dalam struktur pemerintahan sekarang wanua sama dengan kecamatan.
Lapisan masyarakat Bugis-Makassar dari zaman sebelum kolonial Belanda terdiri atas:
a. anakarung atau anak’kareang, yaitu lapisan kaum kerabat raja-raja
b. to-maradeka, yaitu lapisan orang merdeka
c. ata, yaitu lapisan budak
Pada permulaan abad ke-20 lapisan ata mulai hilang karena desakan agama, begitu juga anak’karung atau to-maradeka. Gelar anakarung seperti Karaenta, Puatta, Andi, dan Daeng, walau masih dipakai, tidak mempunyai arti lagi, sudah digantikan oleh tinggi rendahnya pangkat dalam sistem birokrasi kepegawaian

Sistem Ekonomi Kebudayaan Suku Bangsa Bugis-Makassar 
Orang Bugis-Makassar yang tinggal di desa-desa daerah pantai bermata pencaharian mencari ikan. Mereka akrab dengan laut dan berani mengarungi lautan luas. Mereka menangkap ikan sampai jauh ke laut hanya dengan perahu-perahu layar. Dengan perahu layar dari tipe pinisi dan lambo, orang Bugis-Makassar mengarungi perairan nusantara sampai Srilanka dan Filipina. Mereka merupakan suku bangsa Indonesia yang telah mengembangkan kebudayaan maritim sejak abad ke-17. Orang Bugis-Makassar juga telah mewarisi hukum niaga pelayaran. Hukum ini disebut Ade’allopiloping Bicaranna Pabbalue ditulis oleh Amanna Gappa pada lontar abad ke-17. Sambil berlayar orang Bugis-Makassar mengembangkan perdagangan ke berbagai tempat di Indonesia. Berbagai jenis binatang laut ditangkap dan diperdagangkan. Teripang dan holothurioidea (sejenis binatang laut) ditangkap di kepulauan Tanibar, Irian Jaya, bahkan sampai ke Australia untuk dijual kepada tengkulak. Melalui tengkulak binatang laut ini diekspor ke Cina. Mulai abad ke- 19 sampai abad ke-20 ekspor teripang sangat maju. Selain pertanian, penangkapan ikan, pelayaran,dan perdagangan, usaha kerajinan rumah tangga merupakan kegiatan orang Bugis-Makassar untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Berbagai jenis kerajinan rumah tangga mereka hasilkan. Tenunan sarung sutera dari Mandar, dan Wajo, serta tenunan sarung Samarinda dari Bulukumbu adalah salah satu contohnya.
Suku Bugis
Oleh Abellia Anggi Wardani 0706164744Program Studi Prancis Fakultas Ilmu Pengetahuan BudayaUniversitas IndonesiaBugis merupakan salah satu suku bangsa yang berasal dari Sulawesi Selatan. OrangBugis mendiami kabupaten BuluKumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Sindenreng-Rappang,Polewali-Mamasa, Luwu, Pare-pare, Barru, Pangkajene, dan Maros. Daerah Pangkajene danMaros merupakan daerah per-alihan yang juga didiami oleh anggota suku bangsa Makassar.Suku bangsa Makassar erat sering dikaitkan dengan suku bangsa Bugis, sehinggasering ditemukan istilah Bugis-Makassar. Namun, antara suku bangsa Bugis dan Makassar,sebenarnya merupakan dua kelompok etnik yang berbeda dengan variasi budaya masing-masing.
Bahasa
:Orang Bugis mempunyai bahasa sendiri, yaitu bahasa Bugis. Bahasa Bugis masihmerupakan keluarga besar dari bahasa Austronesia Barat. Ada beberapa dialek yang masihdipakai yaitu dialek Luwu, Wajo, Palakka, Enna, Soppeng, Sindereng, Pare-pare, Sawitto,Telumpanuae, dan Ugi. Selain itu, orang Bugis juga memiliki aksara sendiri, yaitu
aksaralontara
yang berasal dari huruf Sansekerta. Jenis-jenis Lontara antara lain :1.Paseng, kumpulan amanat keluarga atau orang-orang bijaksana yang diucapkan ataudihafal.2.Attoriolong, kumpulan catatan-catatan mengenai asal-usul turun-temurun raja-rajaatau keluarga tertentu.3.Pau-pau ri kadong, cerita rakyat yang mengandung sifat-sifat legendaris.4.Pau-pau atu talo’, cerita rakyat yang biasanya menceritakn seorang tokoh yangmemang benar-benar ada.
 
Kesusastraan
:
Sure’ Galigo
, Sastra lisan yang berkembang di lingkungan istana Kerajaan Bugis danKerajaan Makassar. Dalam Sure’ Galigo ini terangkai syair-syair yang mengandung maknasangat dalam dan kebijaksanaan sangat tinggi.Syair-syair klasik Bugis, mempunyai bentuk dan isi yang lain dari bentuk-bentuk syair klasik nusantara. Biasanya syair-syair ini masih sering dinyanyikan pada saat pesta perkawinan (di pedalaman Tana Bugis). Contoh syair :
 De’ga pasa’ ri lipumu Balanca ri kampommuMulinco’ mabela?
Artinya :Tak adakah pasar dinegerimu,Maka engkau mengembara jauh,Untuk berbelanja?Pantun, pada umumnya didasarkan atas perbandingan-perbandingan dengan alamsekitarnya. Ada juga yang berisi sindiran atau kritikan terhadap suatu peristiwa. Contoh pantun :
 An-jo to-pe tas-sam-pe-aTe-a-ko jal-lling ma-ta-i Nia pa-tan-naTa-na-ka-lim-bu’-na ma-mi
Artinya :Sarung yang tergantung itu,Jangan kau tumpahkan kerling mata,(karena) telah ada yang empuya,Hanya belum diselimutinya.
Sinrili’ 
, adalah salah satu hasil kesusastraan klasik orang Bugis yang juga amatdisenangi sampai sekarang. Sinrili’ bisa disebut dengan cerita yang disusun secara poetis,atau prosa lirik yang diceritakan dengan jalan menyanyi, diiringi oleh sebuah alat musik gesek (
keso’-keso’ 
).
 
Lingkungan Alam
:Iklim di daerah Sulawesi Selatan adalah iklim tropis. Temperatur dan tekanan udaradisana tidak terlalu memperlihatkan fluktuasi yang besar. Dikarenakan penduduk SulawesiSelatan sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani, maka mereka sangatmemperhatikan tentang cuaca, baik hujan dan angin. Wilayah pemukiman orang Bugis adayang berupa dataran rendah, daerah perbukitan, dan daerah pegunungan Dataran rendah adadi bagian selatan. Lingkungan pegunungan yang diselingi hamparan sawah terdapat di daerahSidrap dan Maros.Sulawesi Selatan dikenal sebagai salah satu daerah lumbung padi Indonesia. Produksi panen lainnya ialah, jagungn, ubi kayu, ubi jalar dan kacang-kacangan. Adapula hasil perkebunan yang antara lain terdiri dari kelapa dan kopi. Kedua hasil perkebunan ini telahmenjadi komoditi ekspor. Sulawesi Selatan juga merupakan daerah yang subur sekaliguskaya akan kandungan mineral seperti bijih tembaga, batu bara, emas, nikel, minyak tanah, dll.
Sistem kekerabatan
:Dalam kalangan masyarakat Bugis, sistem kekerabatan yang dianut adalah
 Ade’ asseajingeng.
Sistem ini menyatakan peranannya dalam hal pencarian jodoh atau perkawinanuntuk membentuk keluarga baru. Dalam penarikan garis keturuanan mereka berpedomankepada prinsip bilateral, artinya hubungan seseorang dengan kerabat pihak kerabat ayah dan pihak ibu sama erat dan pentingnya.Masyarakat Bugis terdiri dari dua golongan yang bersifat eksogam, pertaliankekerabatan dihitung menurut prinsip keturunan matrilineal, tetapi perkawinan bersifat patriokal. Dalam suatu perkawinan, orang Bugis sangat memperhatikan uang belanja yangdiberikan dari mempelai laki-laki. Makin besar pesta perkawinan itu ( uang belanja ), makinmempertinggi derajat sosial seseorang, walaupun harus dibelinya dengan kebangkrutan, ataudengan berhutang sekalipun.Penggolongan kerabat (seajing) di kalangan orang Bugis dibedakan antara
rappe
ataukelompok kerabat sedarah (
consanguinity
) dan
 sumpung lolo
atau pertalian kerabat karena perkawinan (affinity). Kerabat itu dibedakan pula atas kerabat dekat (
 seajing mareppe
) dankerabat jauh (
 seajing mabela).
 
Adat-istiadat
:Orang Bugis masih hidup diantara sistem norma dan aturan-aturan yang dianggapluhur dan keramat. Keseluruhan sistem norma dan aturan-aturan adat tersebut dinamakandengan
 Panngaderreng 
.
 Panngaderreng 
atau
 panngadakkang 
ini dapat diartikan sebagaikeseluruhan norma yang meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah-laku terhadapsesama manusia dan terhadap pranata sosialnya secara timbal balik. Terdapat pemberian gelar terhadap seseorang yang dianggap memiliki kelebihan dalam melihat dan menyimak suatukeadaan yang akan atau nanti terjadi, yang biasa menyebutnya sebagai sosok ’Panrita’.Sistem
 Pannagaderreng 
terdiri atas lima unsur pokok, yaitu :
 Ade’, Bicara, Rapang,Wari’ 
, dan
Sara’ ( 
salah satu unsur pokok yang diadopsi dari ajaran Islam, syareat Islam).Unsur-unsur pokok tersebut terjalin satu sama lain sebagai satu kesatuan organis dalam alam pikiran orang Bugis, sehingga mereka sangat menjunjung harga diri, kesemuanya terkandungdalam satu konsep yaitu
Siri’.
Unsur 
 Ade’ 
berisi norma-norma dalam sistem kekerabatan dan norma dalam sistem pemerintahan negeri.
 Bicara
adalah norma-norma yang terkait dengan peradilan.
 Rappang 
merupakan analogi, kias, atau ungkapan adat untuk menjaga kontinuitas hukum.
Wari’ 
adalahklasifikasi benda, peristiwa, dan aktivitas dalam kehidupan bermasyarakat.
Sara’ 
adalahkaidah-kaidah yang berasal dari Islam.
Sistem kepercayaan
:Religi orang Bugis dalam zaman pra-Islam seperti yang disebutkan dalam
 sure’ Galigo
(karya sastra kuno Bugis), sebenarnya telah mengandung suatu kepercayaan kepadasatu dewa yang tunggal, yang disebut dengan beberapa nama seperti
: Patoto’E 
(Dia yangmenentukan nasib);
To-palanroE 
(Dia yang menciptakan);
 Dewata seuaE 
(Dewa yangtunggal);
Tu-riE A’ra’na
(kehendak yang tertinggi);
 Puang Matua
(Tuhan yang tertinggi).Waktu agama Islam masuk ke Sulawesi Selatan pada permulaan abad ke-17, makaajaran Tauhid dalam Islam, dapat mudah diterimadan proses itu dipercepat dengan adanyakontak terus-menerus dengan pedagang-pedagang Melayu Islam yang sudah menetap diMakassar, maupun dengan kunjungan-kunjungan niaga orang Bugis ke negeri-negeri lainyang penduduknya sudah beragama Islam.
Siri’ 
. Ketika dibicarakan tentang
 Panngaderreng 
, telah disebut tentang konsep
 siri’ 
,yang menintegrasikan secara organis semua unsur pokok dari panngaderreng. Namun darihasil penelitian yang terjadi di lapangan, diketahui bahwa konsep
 siri’ 
itu, telah
 
diintegrasikan dalam berbagai macam bidang. B.F. Matthes, menerjemahkan instilah
 siri’ 
itudengan
‘malu’, ‘beschaamd’ 
,
‘schroomvallig’ 
,
‘verlegen’ 
. Diakui oleh beliau bahwa penjabaran baik dengan bahasa Indonesia maupun dengna bahasa Belanda, tidak dapatmendekati maknanya secara tepat. Dilain pihak, C.H. Slambasjah memberikan batan atas katasiri’ dengan memberikan tiga pengertian :
1.
Siri’ 
sama artinya dengan malu,
isin
(Jawa),
 shame
(Inggris).
2.
Siri’ 
merupakan daya pendorong untuk melenyapkan (membunuh), mengasingkan,mengusir, terhadap barang siapa yang menyinggung perasan mereka. Hal inimerupakan kewajiban adat, kewajiban yang mempunyai sanksi adat, yaitu hukumanmenurut norma-norma adat, jika kewajiban itu tidak dilaksanakan.
3.
Siri’ 
sebagai daya pendorong, bervariasi ke arah sumber pembangkitan tenaga untuk membanting tulang, bekerja mati-matian, untuk suatu pekerjaan atau usaha.Menurut Casutto, Siri’ merupakan pembalasan yang berupa kewajiban moril untuk membunuh pihak yang melanggar adat. Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mendekati batasan siri’, tidak mungkin orang memandang dari satuaspeknya sja, memperhatikan perwujudannya saja. Hal itu mudah dimenerti, karena siri’adalah suatu hal yang abstrak dan hanya akibtnya saja yang berwujud konkret sehingga dapatdiamati dan diobservasi.Disamping konsep
 siri’ 
itu, terdapat lagi semacam konsep yang dianggap sedikit lebihrendah dari konsep
 siri’ 
, yaitu
 pesse
. Menurut arti leksikalnya,
 pesse/ pacce
dapatditerjemahkan dengan ‘pedis’ atau ‘pedih’. Sebuah ungkapan dalam amanat orang-orang tuamenerangkan konsep
 pesse/ pacce
itu sebagai berikut :
“Ia sempugikku rekkua de’na siri’na,engka messa pessena”
yang artinya “mereka sesama saya orang Bugis, bilamana
 siri’ 
itu padanya tak ada lagi, akan tetapi niscaya masih ada
 pesse
-nya”. Sehingga dapat dikatakan bahwa pesse adalah semacam dya dorong untuk menimbulkan rasa solidaritas yang kokohdikalangan orang Bugis.
Kesenian
:
 folklore
didefinisikan sebagai perbuatan-perbuatan (tarian), benda-benda, cerita rakyatyang belum dicatat atau dituliskan (folktale). Contoh beberapa
 folktale
yang berkembangdiantara orang-orang Bugis adalah
 Pocci-Tana
, asal-usul kota (Toraja dan Luwu, Sinjai,Enrekang dan Mangkendek, dan Bulukamba),
 Pemmali
(tentang larangan atau pantangan).
 
Seni tari yang berasal dari suku Bugis (Sulawesi Selatan) pada mulanya bersumber dari rangkaian pemujaan kepada dewa-dewa yang dianggap menguasai alam semesta dansegala sesuatu di atas dunia ini. Tari-tari pujian yang ditujukan kepada dewa-dewa tersebutmenunjukkan semacam gerakan anggota badan yang lemah gemulai, diiringi oleh bunyi- bunyian yang merayu-rayu, utnuk membujuk atau mempengaruhi sang dewa agar memenuhi permintaan manusia. Contoh tarian dari suku Bugis : Pagellu’ (tarian khas dari daerahToraja), Pajaga (dari daerah tana-Luwu), Pajoge (dari daerah tana-Bone), Pakarena (daridaerah Butta Gowa), Patuddu’ (dari daerah Mandar). Selain contoh diatas masih ada beberapatarian lain yang sifatnya occasional seperti tarian Ma’dandan dan Manimbong yang hanyaditarikan pada ritual-ritual sebagai rasa syukur terhadap para dewa, ataupun tari ma’badongdan ma’rakka yang ditarikan pada pesta (selamatan) kematian.Alat-alat yang digunakan untuk mencari nafkah (mata pencaharian), mencakup alat pencaharian hidup di laut seperti Perahu dan alat-alat penangkap ikan. Ada beberapa jenis perahu yang berasal dari suku Bugis, yaitu Perahu Pinisi (perahu dagang dengan ukuransangat besar), Lambo’/ palari (perahu dagang yang ukurannya lebih kecil dari Pinisi), Lambocalabai (Perahu dagang yang bentuknya seperti kapal-kapal biasa).
Demografi
:Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, makakebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lainyang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan. Jumlah orang Bugis tidak dapatdiketahui dengan pasti, termasuk dalam data sensus penduduk tahun 1930 yangmemperhatikan identitas kesuku-bangsaan. Dalam sensus tersebut orang Budis dan Makassar disatukan dan jumlahnya tercatat sekitar 2.5 juta jiwa. Jumlah orang Bugis semakin terlihatsedikit karena kini mereka tidak saja berdiam di daerah asalnya di Sulawesi Selatan,melainkan juga tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Mereka dikenal sebagai masyarakat perantau dan masyarakat bahari yang sudah berlangsung sejak berabad-abad yang lalu.Berbagai sumber menunjukkan bahwa orang Bugis menjadi alah satu unsur yang melahirkanmasyarakat Betawi, sebagai suatu hasil asimilasi dengan berbagai anggota masyarakat lainsebagai unsurnya. Orang Bugis juga menjadi penyebar agama Islam di Pulau Alor, NusaTenggara Timur. Bukti sifat kebaharian itu dapat juga dilihat dari daya jelajah mereka dengan perahu-perahu pinisinya.